Menu

Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Friday, November 26, 2010

Psikologi Pendidikan

1. Pengertian Domain Perkembangan

Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.

Beberapa prinsip perkembangan perlu dipahami untuk dapat menyelenggarakan pendidikan berdasarkan perkembangan yaitu :

a. Perkembangan fisik, kognitif dan sosioemosional yang saling berkaitan.

b. Perkembangan terjadi dalam urutan yang relatif teratur dengan kemampuan keahlian dan pengetahuan yang terbentuk dan kemudian akan didasarkan pada keahlian, kemampuan, dan pengetahuan yang sudah diperoleh sebelumnya.

c. Variasi individual mengkarakterisasi perkembangan anak

d. Perkembangan dipengaruhi oleh konteks sosial dan kultural yang beragam, dimana guru perlu memahami bagaimana konteks sosio cultural contohnya etnis, kemiskinan dapat mempengaruhi tingkat perkembangan anak.

e. Anak – anak merupakan pembelajar aktif yang harus didorong / didukung untuk mengkonstruksi pemahaman dunia sekitar

f. Perkembangan anak akan meningkat apabila anak diberi kesempatan untuk mempraktikkan keahlian baru dan apabila anak merasakan tantangan dari luar kemampuan mereka saat itu.

g. Anak – anak akan berkembangan dengan baik dalam konteks komunitas. Si anak akan merasa aman dan dihargai, dipenuhi kebutuhan fisiknya dan anak akan merasa aman secara psikologis.

2. Perkembangan Kognitif

Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:

  • Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)

Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:

  1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
  2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
  3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
  4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
  5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
  6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
  • Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)

Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.

Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

  • Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)

Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:

Pengurutan — kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.

Klasifikasi — kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)

Decentering — anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.

Reversibility — anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.

Konservasi — memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.

Penghilangan sifat Egosentrisme — kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

  • Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

3. Perkembangan Sosioemosional

Salah satu perkembangan yang dialami individu adalah perkembangan sosio-emosi. Hal tersebut muncul seiring dengan berjalannya waktu dan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh individu.

Dalam perkembangan sosio-emosi, khususnya pada masa bayi, memiliki hubungan dengan perihal keterikatan (attachment), peran ayah sebagai pengasuh anak, tempat pengasuhan anak (day care), dan emosi.

Teori yang cukup komprehensif membahas konteks sosial dimana anak berkembang dan perubahan utama dalam perkembangan sosioemosional merupakan dua teori kontemprorer yang akan dibahas berikut ini.

  1. Teori Ekologi Bronfenbrenner

Teori ini dikembangkan Bronfenbrenner (1917-2000) yang mengemukakan lima system lingkungan yang merentang interaksi interpersonal sampai kepada kultur yang lebih luas. System tersebut adalah:

  1. Mikrosistem adalah dimana individu menghabiskan waktu paling banyak seperti keluarga, tetangga, guru, teman sebaya dan orang lain.
  2. Mesosistem adalah kaitan antar system. Contohnya adalah hubungan antara pengalaman di rumah dengan pengalaman di sekolah.
  3. Ekosistem adalah system yang terjadi ketika pengalaman di setting lain (murid tidak aktif) mempengaruhi pengalaman siswa dan guru dalam konteks mereka sendiri.
  4. Makrosistem adalah kultur yang lebih luas, mencakup etnis, adat istiadat, factor sosiaoekonomi dalam perkembangan anak.
  5. Kronosistem adalah kondisi sosiohistoris dari perkembangan anak. Sekarang ini merupakan generasi pertama yang tumbuh dalam lingkungan elektronik yang dipenuhi dengan computer dan di dalam kota yang semrawut yang tidak kenal batas desa dan kota.

Oleh karena dalam mendidik anak perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  • Pandanglah anak sebagai sosok yang terlibat dalam berbagai system lingkungan dan dipengaruhi oleh system itu.
  • Jalin hubungan sekolah dengan masyarakat baik melalui saluran formal dan informal.
  • Sadari arti penting komunitas, status sosioekonomi dan kultur dalam perkembangan anak karena konteks yang sangat luas ini mempengaruhi perkembangan anak.
  1. Teori Perkembangan Rentang Hidup Erikson

Menurut Erikson delapan tahapan perkembangan yang harus dilalui seseorang dalam rentang hidupnya adalah sebagai berikut:

  1. Tahap psikososial yaitu kepercayaan versus ketidak percayaan.
  2. Tahap otonomi versus yaitu tahap pada rasa malu dan ragu.
  3. Tahap inisiatif versus yaitu rasa bersalah berlangsung sekitar usia tiga hingga lima tahun.
  4. Tahap upaya versus inferioritas yaitu berlangsung kira-kira diusia enam tahun hingga puberitas.
  5. Tahap identitas versus kebingungan yaitu yang terjadi pada usia remaja.
  6. Tahap eksplorasi yaitu pencarian identitas sedangkan komitmen adalah penerimaan personal terhadap satu identitas dan menerima apapun implikasi identitas tersebut.
  7. Tahap intimasi versus isolasi yaitu tahap yang terjadi pada masa dewasa awal.
  8. Tahap generativitas yaitu mentransmisikan sesuatu yang positif kepada generasi selanjutnya.

4. Perkembangan Moral

Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.

Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Perkembangan moral menurut pandangan Lawrence Kohlberg adalah sebagai berikut :

a. Preconventional Reasoning ditahap ini internalisasi nilai – nilai moral belum berlangsung

b. Conventional Reasoning didalam tahap ini proses internalisasi nilai – nilai moral masih setengah – setengah.

c. Postconventional Reasoning didalam tahap ini internalisasi nilai – nilai moralitas telah sepenuhnya dan tidak didasarkan pada standar eksternal

5. Hambatan dalam Belajar

Secara personal individu memiliki kemampuan belajar yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan beberapa hal seperti, kondisi fisik, taraf intelegensi, dan gaya berpikir. Seorang siswa yang terbelakang mental akan mengalami kesulitan belajar jika belajar satu kelas dengan siswa yang memiliki intelegensi rata-rata atau lebih. Keterbatasan kemampuannya menyebabkan yang bersangkutan lamban atau bahkan tidak mampu mencerna pelajaran yang terbelakang mental lazimnya mendapat pendidikan di sekolah luar biasa. Anak-anak yang normal dan di atas normal adakalanya mengalami hambatan juga dalam belajar jika berada di kelas yang sama. Anak-anak yang cerdas merasa bosan mengikuti pelajaran yang dianggapnya mudah sedangkan bagi anak-anak lainnya pelajaran tersebut dianggap sulit. Dalam kondisi seperti ini guru dapat mengelompokkan siswa sesuai dengan teraf intelegensinya pada kesempatan tertentu. Dengan cara ini diharapkan guru dapat membantu masing-masing siswa dalam memenuhi kebutuhan belajarnya. Siswa yang cepat menangkap pelajaran akan diberi pengayaan dan siswa yang lamban akan diberi bimbingan tambahan.

Perbedaan individu dalam belajar dapat juga dikenali dari gaya berpikir siswa yang implusif/reflektif, mendalam/dangkal. Gaya yang reflektif/implusif disebut sebagai tempo konseptual yakni kecenderungan siswa untuk bereaksi cepat dan implusif atau menggunakan lebih banyak waktu untuk merespon dan merenungkan akurasi jawaban. Gaya implusif cenderung cepat dan menggunakan lebih banyak waktu untuk merespon dan mengakurasi dari suatu jawaban. Sedangkan siswa yang reflektif lebih memungkinkan mengingat informasi yang terstruktur, membaca dengan memahami dan menginterpretasi teks dan memecahkan problema dan membuat keputusan. Siswa yang reflektif lebih mungkin menentukan sendiri tujuan belajar dan berkonsentrasi pada informasi yang relevan. Standart kinerja tinggi dan siswa yang reflektif cenderung lebih berhasil dari siswa yang implusif. Oleh karena itu siswa dengan gaya implusif perlu dibantu dari masalahnya dengan beberapa tindakan sebagai berikut:

a) Memantau siswa dikelas untuk mengenali anak implusif

b) Berbicara dengan mereka agar mau meluangkan banyak waktu untuk berpikir sebelum memberikan jawaban.

c) Dorong mereka untuk menandai informasi baru saat mereka membahasnya.

d) Jadilah guru bergaya reflektif.

e) Hargai siswa yang implusif yang mau meluangkan lebih banyak waktu untuk berpikir. Hargailah kinerja mereka.

f) Bimbingan siswa untuk menyususn sendiri rencana guna mengurangi implusivitas.

Gaya mendalam/dangkal adalah sejauh mana siswa mempelajari materi pelajaran dengan suatu cara yang membantu mereka memahami makna materi (gaya mendalam) atau sekedar mencari apa-apa yang perlu dipelajari (gaya dangkal). Siswa yang belajar dengan menggunakan gaya dangkal dan tidak dapat mengaitkan apa-apa yang mereka pelajari dengan kerangka konseptual yang lebih luas. Dari kedua gaya mendalam/dangkal, tampaknya gaya dangkal berpeluang besar mengalami hambatan dalam belajar. Beberapa upaya yang dapat dilakukan guru untuk membantu mereka antara lain adalah:

1. Pantau siswa untuk mengetahui mana siswa yang berpikir dangkal

2. Diskusikan dengan siswa bahwa ada yang lebih penting dari sekedar mengingat materi. Dorongan mereka untuk menghubungkan apa yang mereka pelajari sekarang dengan apa yang pernah mereka pelajari di masa lalu.

3. Ajukan pertanyaan dan beri tugas yang mensyaratkan siswa untuk menyesuaikan informasi dengan kerangka yang lebih luas.

4. Jadilah seorang model yang memproses informasi secara mendalam, bukan sekedar member informasi dipermukaan saja.

5. Jangan menggunakan pertanyaan yang membutuhkan jawaban ya atau tidak. Sebaiknya ajukan pertanyaan yang membuat siswa harus memproses informasi secara mendalam. Hubungkan pelajaran secara efektif dengan minat siswa.

Selain gaya berpikir ini tempramen siswa juga berpengaruh kepada proses belajarnya. Tempramen adalah gaya perilaku seseorang dan cara khasnya dalam member tanggapan. Berdasarkan tempramen ini siswa di sekolah dapat dikategorikan atas:

1. Anak mudah yaitu anak yang pada umumnya memiliki mood positif, cepat membangun rutinitas dan mudah beradaptasi dengan pengalaman baru.

2. Anak sulit yaitu anak yang cenderung bereaksi negatif, cenderung agresif, kurang control diri dan lamban dalam menerima pengalaman baru.

3. Anak lamban tetapi cenderung hangat yaitu anak yang biasanya beraktifitas lamban, agak negatif menunjukkan kelambanan dalam beradaptasi.

Beberapa strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran sehubungan dengan tempramen siswa yaitu:

1. Member perhatian dan penghargaan pada individualitas sesuai dengan tempramen anak tersebut.

2. Perhatikan struktur lingkungan siswa. Anak “sulit” mungkin akan mengalami masalah dalam belajar di dalam kelas yang besar jika disbanding dengan anak mudah.

3. Waspasai problem yang dapat muncul apabila memberi cap “anak sulit” pada anak.

No comments:

Post a Comment