A. LATAR BELAKANG PROFESIONALISASI
Tuntutan terhadap lulusan dan layanan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang memungkinkan peluang lembaga pendidikan asing membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan antar lembaga penyelenggara pendidikan dan pasar kerja akan semakin berat.
Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan kecuali hanya mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik dan layanan lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini maka akan ada paradigma baru dalam pendidikan akan etos kerja dan profesionalisme guru serta tantangan dunia pendidikan terkait dengan perkembangan teknologi informasi.
Profesi diukur berdasarkan kepentingan dan tingkat kesulitan yang dimiliki. Dalam dunia keprofesian kita mengenal berbagai terminologi kualifikasi profesi yaitu: profesi, semi profesi, terampil, tidak terampil.
Gilley dan Eggland (1989) mendefinisikan profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, dimana keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi ini meliputi aspek yaitu :
a. Ilmu pengetahuan tertentu
b. Aplikasi kemampuan/kecakapan, dan
c. Berkaitan dengan kepentingan umum
Aspek-aspek yang terkandung dalam profesi tersebut juga merupakan standar pengukuran profesi guru.
Proses profesional adalah proses evolusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan sistemastis untuk mengembangkan profesi ke arah status professional (peningkatan status). Secara teoritis menurut Gilley dan Eggland (1989) pengertian professional dapat didekati dengan empat prespektif pendekatan yaitu orientasi filosofis, perkembangan bertahap, orientasi karakteristik, dan orientasi non-tradisonal.
1. Orientasi Filosofi
Ada tiga pendekatan dalam orientasi filosofi, yaitu pertama lambang keprofesionalan adalah adanya sertifikat, lissensi, dan akreditasi. Akan tetapi penggunaan lambang ini tidak diminati karena berkaitan dengan aturan-aturan formal. Pendekatan kedua yang digunakan untuk tingkat keprofesionalan adalah pendekatan sikap individu, yaitu pengembangan sikap individual, kebebasan personal, pelayanan umum dan aturan yang bersifat pribadi. Yang penting bahwa layanan individu pemegang profesi diakui oleh dan bermanfaat bagi penggunanya. Pendekatan ketiga: electic, yaitu pendekatan yang menggunakan prosedur, teknik, metode dan konsep dari berbagai sumber, sistim, dan pemikiran akademis. Proses profesionalisasi dianggap merupakan kesatuan dari kemampuan, hasil kesepakatan dan standar tertentu. Pendekatan ini berpandangan
bahwa pandangan individu tidak akan lebih baik dari pandangan kolektif yang disepakati bersama. Sertifikasi profesi memang diperlukan, tetapi tergantung pada tuntutan penggunanya.
2. Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan menekankan pada enam langkah pengembangan profesionalisasi, yaitu:
a. Dimulai dari adanya asosiasi informal individu-individu yang memiliki minat terhadap profesi.
b. Identifikasi dan adopsi pengetahuan tertentu.
c. Para praktisi biasanya lalu terorganisasi secara formal pada suatu lembaga.
d. Penyepakatan adanya persyaratan profesi berdasarkan pengalaman atau kualifikasi tertentu.
e. Penetuan kode etik.
f. Revisi persyaratan berdasarkan kualifikasi tertentu (termasuk syarat akademis) dan pengalaman di lapangan.
3. Orientasi Karakteristik
Profesionalisasi juga dapat ditinjau dari karakteristik profesi/pekerjaan. Ada delapan karakteristik pengembangan profesionalisasi, satu dengan yang lain saling terkait:
a. Kode etik
b. Pengetahuan yang terorganisir
c. Keahlian dan kompetensi yang bersifat khusus
d. Tingkat pendidikan minimal yang dipersyaratkan
e. Sertifikat keahlian
f. Proses tertentu sebelum memangku profesi untuk bisa memangku tugas dan tanggung jawab
g. Kesempatan untuk penyebarluasan dan pertukaran ide di antara anggota profesi
h. Adanya tindakan disiplin dan batasan tertentu jika terjadi malpraktek oleh anggota profesi
4. Orientasi Non-Tradisional
Perspektif pendekatan yang keempat yaitu prespektif non-tradisonal yang menyatakan bahwa seseorang dengan bidang ilmu tertentu diharapkan mampu melihat dan merumuskan karakteristik yang unik dan kebutuhan dari sebuah profesi. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi elemen-elemen penting untuk sebuah profesi, misalnya termasuk pentingnya sertifikasi professional dan perlunya standarisasi profesi untuk menguji kelayakannya dengan kebutuhan lapangan.
Tentu saja, pekerjaan guru tidak diragukan untuk dapat dikatakan sebagai profesi pendidikan dan pengajaran. Namun, hingga kini “pekerjaan untuk melakukan pendidikan dan pengajaran” ini masih sering dianggap dapat dilakukan oleh siapa saja. Inilah tantangan bagi profesi guru. Paling tidak hal ini masih sering terjadi di lapangan.
Profesionalisme guru perlu didukung oleh suatu kode etik guru yang berfungsi sebagai norma hukum dan sekaligus sebagai norma kemasyarakatan. Kelembagaan profesi guru (seperti PGRI) sangat diperlukan untuk menghindari terkotak-kotaknya guru karena alasan struktur birokratisasi atau kepentingan politik tertentu.
Profesionalisme guru harus didukung oleh kompetensi yang standar yang harus dikuasai oleh para guru profesional. Kompetensi tersebut adalah pemilikan kemampuan atau keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan sertifikasi keahlian haruslah dipandang perlu sebagai prasarat untuk menjadi guru profesional. Menurut Surya (2003) guru yang profesional harus menguasai keahlian dalam kemampuan materi keilmuan dan ketrampilan metodologi. Guru juga harus memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi atas pekerjaannya baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara, lembaga dan organisasi profesi. Selain itu, guru juga harus mengembangkan rasa kesejawatan yang tinggi dengan sesama guru. Disinilah peran Perguruan Tinggi Pendidikan dan organisasi profesi guru (seperti PGRI) sangat penting. Kerjasama antar keduanya menjadi sangat diperlukan. Lembaga Pendidikan dalam memproduk guru yang profesional tidak dapat berjalan sendiri, kecuali selain harus bekerjasama dengan lembaga profesi guru, dan sebaliknya.
Untuk itu, maka pengembangan profesionalisme guru juga harus mempersyaratkan hidup dan berperanannya organisasi profesi guru tenaga kependidikan lainnya yang mampu menjadi tempat terjadinya penyebarluasan dan pertukaran ide diantara anggota dalam menjaga kode etik dan pengembangan profesi masing-masing.
Orientasi mutu, profesionalisme dan menjunjung tinggi profesi harus mampu menjadi etos kerja guru. Untuk itu maka, kode etik profesi guru harus pula ditegakkan oleh anggotanya dan organisasi profesi guru harus pula dikembangkan kearah memiliki otoritas yang tinggi agar dapat mengawal profesi guru tersebut.
B. JENIS DAN BENTUK PROFESI KEPENDIDIKAN
- Jenis Perlindungan
Jenis perlindungan yang diberikan adalah berupa perlindungan hukum dan perlindungan profesi dalam bentuk konsultasi, mediasi, dan advokasi. Perlindungan hukum yang diberikan mengacu pada Pasal 40 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa Pendidik dan Tenaga Kependidikan berhak memperoleh: Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual. Dan Pasal 39 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa: (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas, (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud ayat 1 meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, (3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud ayat 2 mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, kekerasan, perlakuan diskriminatif, intimidatif, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain, (4) perlindungan profesi sebagaimana dimaksud ayat 2 mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dalam melaksanakan tugas, (5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan atau resiko lain.
Jenis-jenis dan upaya perlindungan hukum yang dapat diberikan pada PTK-PNF antara lain adalah;
a. Konsultasi
Konsultasi yang dapat dilakukan adalah ketika PTK-PNF menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, dan perlindungan HaKI. Misalnya: pembayaran gaji yang tidak layak, keterlambatan pembayaran gaji, dan pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan lain-lain. Terhadap masalah ini LKBH dapat memberikan pendapat hukum pada PTK-PNF.
b. Mediasi
Mediasi yang dapat dilakukan adalah ketika PTK-PNF menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, dan perlindungan HaKI. Misalnya: munculnya sengketa antara PTK-PNF dengan Penyelenggara atau Satuan Pendidikan. Terhadap masalah ini LKBH dapat sebagai mediator dalam memberikan pendapat hukum untuk mendampingi dan melindungi PTK-PNF, dan dapat melakukan upaya hukum berkomunikasi dengan orang atau instansi lain.
c. Negoisasi dan Perdamaian
Negosiasi yang dapat dilakukan adalah ketika PTK-PNF menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain. Misalnya: munculnya sengketa antara PTK-PNF dengan Penyelenggara atau Satuan Pendidikan. Penyelenggara/Satuan pendidikan harus membuka peluang negosiasi kepada PTK-PNF. Negosiasi dilakukan untuk mendapatkan jalan keluar, perdamaian atau persetujuan kedua belah pihak yang dibuat secara tertulis dan tidak di bawah ancaman.
d. Rekonsiliasi atau Perdamaian
Konsiliasi dan Perdamaian merupakan suatu bentuk upaya alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, atau suatu tindakan/proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan. Untuk mencegah dilaksanakan Proses Litigasi, dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berjalan. Perdamaian tetap dapat dilakukan, dengan pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
e. Advokasi Litgasi
Advokasi melalui proses litigasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui badan peradilan (pengadilan). LKBH dapat bertindak sebagai kuasa hukum dari PTK-PNF
f. Advokasi Nonlitgasi
Alternatif penyelesaian sengketa nonlitigasi adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengenyampingkan penyelesaian secara Litigasi. Dalam pasal (1) angka (10) Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999, disebutkan bahwa masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain dalam melakukan penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
- Hak PTK-PNF(Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal) Yang Dapat Dilindungi
a. Hak atas Kepastian Hukum, yaitu:
1.1. Melindungi PTK-PNF dari tindakan hukum atau penangkapan selama melaksanakan tugas pada Satuan Pendidikan.
1.2. Melindungi PTK-PNF dari tindakan penghukuman atas dugaan kesalahannya menjalankan tugas-tugas profesional sebelum memperoleh keputusan atau pertimbangan dari Organisasi Profesi.
1.3. Taat azas atas segala keputusan Lembaga yang berwenang mengenai sengketa yang melibatkan PTK-PNF, misalnya gugatan PTK-PNF di PTUN, keputusan atas sengketa perdata, dan sebagainya.
b Hak memperoleh perlindungan yang wajar atas profesinya
2.1. Setiap PTK-PNF yang bekerja pada Satuan Pendidikan tidak boleh ditangkap selama melaksanakan tugas, kecuali sedang melakukan tindakan yang benar-benar membahayakan
2.2. Setiap PTK-PNF dalam menjalankan tugas profesional tidak dapat dipermasalahkan sepanjang belum ada keputusan Dewan Kehormatan Profesi.
2.3. Setiap PTK-PNF tidak boleh diberi sanksi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja.
2.4. Penyelenggara atau Kepala Satuan Pendidikan wajib melindungi PTK-PNF dari praktek pembayaran imbalan yang tidak wajar.
c. Hak memperoleh kesempatan untuk memberdayakan diri sebagai Tenaga Profesional
3.1. Menugaskan PTK-PNF sesuai dengan bidang yang diampunya.
3.2. Memberikan keluasan pada PTK-PNF untuk melakukan inovasi
dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
d Hak memperoleh penghasilan
4.1. Mendapat honor/transport/insentif atas pekerjaannya berdasarkan Surat Keputusan
4.2. Mendapat kesejahteraan atas prestasi atau beban kerjanya
e. Hak mendapat penghargaan
5.1. Mendapat penghargaan terhadap prestasi dan dedikasi memajukan pendidikan di daerah khusus dan terpencil
5.2. Fasilitasi pemberian penghargaan Pendidikan tingkat Nasional bagi PTK-PNF yang berprestasi Luar Biasa
5.2. Memberi peluang pada PTK-PNF yang sudah mengabdi lama untuk diangkat sebagai CPNS sesuai kebutuhan daerah.
f Hak memperoleh perlindungan
6.1. Membantu PTK-PNF memperoleh Hak Cipta atas Karyanya
6.2. Melindungi PTK-PNF dalam bertugas dan berkarya
6.3. Melindungi PTK-PNF dalam kebebasan berserikat dalam Organisasi Profesi.
6.4. Memberi kesempatan pada PTK-PNF untuk mengajukan usul dalam perumusan kebijakan pembangunan pendidikan.
- Bentuk Pelayanan Perlindungan
1. Pelayanan perlindungan dilakukan secara aktif melalui penyuluhan dan advokasi (konsultasi, mediasi, negosiasi dan perdamaian, konsiliasi dan perdamaian, advokasi litigasi, dan advokasi nonlitigasi) kepada PTK-PNF oleh LKBH.
2. Menangani masalah-masalah yang dialami PTK-PNF yang berkaitan dengan profesi.
3. Kriteria PTK-PNF yang berhak mendapatkan pelayanan perlindungan adalah sebagai berikut:
a. Masih berstatus sebagai PTK-PNF, yang dibuktikan dengan Surat Keputusan atau Surat Tugas sebagai PTK-PNF yang diterbitkan oleh Kepala Satuan Pendidikan Nonformal (PNF) atau pejabat yang berwenang.
b. Ada permasalahan profesi yang terkait dengan pelaksanaan tugas dengan mengajukan perlindungan kepada LKBH di wilayahnya.
c. Setelah melalui penelaahan, lembaga tersebut dapat memberikan perlindungan sesuai dengan kewenangannya
d. Pemberian perlindungan sesuai kesepakatan antara lembaga dengan PTK-PNF yang membutuhkannya.
e. Kepada PTK-PNF yang mengajukan perlindungan tidak dibebankan biaya apapun terkait dengan perlindungan yang akan diterima.
No comments:
Post a Comment